Buat Rate Card Tiktok Buat Rate Card Instagram Buat Rate Card Youtube
Buat MoU Otomatis Cek ER KOL Tiktok Cek ER KOL Instagram Cek ER KOL YouTube Download Video Tiktok Download Video Instagram Download Video Youtube Kamus KOL
Ranking KOL Tiktok Ranking KOL Instagram Ranking KOL Youtube Cek Rate Card KOL Tiktok Cek Rate Card KOL Instagram Cek Rate Card KOL Youtube Campaign Report KOL Management Extensions KOL.ID
Login Register
HOME › Social Media › KOL.ID Report: Apakah Semua Tren Harus Diikuti KOL untuk Tetap FYP?

KOL.ID Report: Apakah Semua Tren Harus Diikuti KOL untuk Tetap FYP?

Hero image of a city skyline at night

Bagi para content creator atau KOL, up-to-date terhadap tren sudah menjadi bagian dari rutinitas. Apalagi di TikTok, tren menjadi magnet utama yang menjadi penentu apakah konten Anda bisa tembus FYP atau tidak. Dari konten joget viral, lip-sync, hingga challenge games, semuanya bisa berganti hanya dalam hitungan hari. 

Kondisi ini menciptakan pressure bagi para KOL untuk terus mengikuti tren demi mempertahankan relevansi dan keterlibatan dengan audiens mereka. Namun, di balik upaya mengejar viralitas tersebut, muncul pertanyaan yang harus dipertimbangkan, apakah semua tren harus diikuti agar tetap FYP? Ataukah ada strategi lain yang dapat membangun koneksi kuat dengan followers sambil tetap menjaga engagement rate yang tinggi? 

Nah, kita akan bedah jawabannya pada artikel di bawah ini! 

Fenomena Fomo di Media Sosial 

Salah satu penyebab utama KOL atau content creator merasa perlu mengikuti semua tren adalah FOMO atau Fear of Missing Out, yaitu perasaan takut tertinggal dari hal-hal yang sedang populer. 

Berdasarkan data dari MyLife.com lebih dari 50% pengguna media sosial takut tertinggal informasi atau tren terbaru jika mereka tidak terus memantau media sosial. 

Di media sosial, khususnya TikTok, FOMO mendorong content creator atau KOL untuk mengikuti semua tren viral, meskipun terkadang tidak sesuai dengan karakter, niche, atau personal branding yang mereka bangun. 

Akibatnya, banyak KOL yang terjebak dalam siklus “ikut tren demi algoritma”, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap citra pribadi mereka. Tekanan untuk terus up-to-date dengan tren juga bisa memicu creative burnout, yang juga berdampak pada audiens. 

HypeAuditor melaporkan bahwa influencer dan KOL mengalami penurunan engagement rate sebesar 0,05% di Instagram dan 2% di TikTok pada tahun 2022 ke 2023 karena terus mengikuti tren yang ada, sementara audiens mulai merasa jenuh dengan konten yang dianggap repetitif atau kurang autentik.

Kondisi di mana audiens merasa bosan dengan konten influencer disebut dengan influencer fatigue. Fenomena ini terjadi karena banyaknya influencer atau KOL yang lebih fokus mengikuti tren daripada menjaga relevansi dan autentisitas konten. 

Kenapa KOL harus Selektif Dalam Mengikuti Tren? 

Mengikuti tren terkini memang bisa membuat konten cepat viral, namun, bagi seorang KOL, tidak semua tren layak diikuti. Terlalu sering mengejar tren demi viralitas justru bisa menimbulkan influencer fatigue terhadap audiens. 

Maka dari itu, KOL harus bisa memilih mana tren yang bisa diikuti mana yang tidak. Berikut adalah 3 alasan kenapa KOL harus selektif dalam mengikuti tren, yaitu: 

1. Personal Branding Lebih Penting dari Sekedar Viral

Personal branding adalah aset utama seorang KOL. Mengikuti tren yang tidak relevan justru bisa merusak kepercayaan audiens. Misalnya, seorang KOL yang peduli lingkungan, tiba-tiba membuat konten yang jauh dari personal branding mereka, seperti prank atau drama sensasional, nah audiens bisa meragukan keaslian dan kredibilitasnya. 

Menurut survei Statista 2024, 41% pengguna media sosial di AS menyatakan bahwa keaslian (authenticity) konten influencer meningkatkan kepercayaan mereka terhadap rekomendasi produk yang dibuat dalam kontennya. 

 Ketika KOL terlalu mengikuti tren yang tidak relevan, mereka akan dianggap tidak tulus, dan kepercayaan audiens akan hilang. 

2. Audiens Menghargai Keaslian (Authenticity) 

Konten autentik dinilai lebih menarik dan membangun koneksi lebih dalam antara influencer dengan audiensnya. Menurut laporan dari Mewekol, engagement rate pada konten influencer yang dianggap autentik mencapai 6,5%, dibandingkan dengan 1,0% pada konten yang dianggap kurang autentik dan hanya berdasarkan viralitas. 

Hal ini menandakan bahwa audiens cenderung lebih tertarik pada konten yang mencerminkan nilai asli dari si pembuat konten.

3. Konsistensi Adalah Kunci

Tren datang dan pergi. Tetapi, konsistensi konten membantu membangun basis audiens yang loyal. Survei oleh Expert Market Research menemukan sebanyak 33,33% responden menyatakan bahwa mereka mengikuti seorang influencer karena kontennya dinilai berkualitas dan relevan dengan minat mereka. 

Ini mengartikan bahwa konsistensi dalam gaya, pesan konten, dan personal branding influencer atau KOL membantu menarik dan mempertahankan pengikut. 

Kapan Harus Mengikuti dan Mengabaikan Tren? 

Setelah mengetahui alasan kenapa kita harus selektif dalam memilih tren, lantas muncul pertanyaan, kapan harus mengikuti dan mengabaikan tren? 

Nah, perlu diingat bahwa tidak semua tren buruk. Dalam beberapa kondisi, tren justru menjadi pintu masuk untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Berikut adalah 3 indikator bahwa Anda bisa mengikuti tren tersebut, jika: 

1. Sesuai dengan branding KOL 

Tren yang Anda ikuti sebaiknya mencerminkan citra atau nilai yang selama ini Anda bangun. Misalnya, jika Anda adalah KOL parenting, Anda bisa mengikuti tren dengan menyisipkan fakta menarik atau insight baru, sehingga tetap terasa relevan dan sejalan dengan persona Anda.

2. Bisa Diolah Menjadi Konten yang Tetap Autentik 

Tren bukan berarti harus copy-paste. KOL yang cerdas tahu cara mengolah tren menjadi sesuatu yang “mereka banget”. Kuncinya adalah menyisipkan sudut pandang pribadi yang khas, tanpa kehilangan ciri khas konten.

3. Relevan dengan Followers 

Pastikan tren yang Anda ikuti memang sedang dibicarakan oleh audiens Anda. Jika mayoritas followers Anda adalah Gen Z, maka tren TikTok atau meme culture mungkin bisa diadopsi dengan pendekatan yang sesuai.

Lalu, Anda bisa mengabaikan tren jika: 

1. Tidak Sesuai dengan Niche dan Value 

Sebagai KOL, Anda telah membangun personal branding dan kredibilitas di niche tertentu. Jika tren yang ingin diikuti jauh dari value Anda, misalnya Anda KOL mental health, tapi tiba-tiba ikut tren prank yang kasar, itu bisa menciptakan kebingungan di mata audiens. 

2. Berpotensi Merusak Personal Image 

Tren ekstrem atau kontroversial mungkin bisa menaikkan views dalam jangka pendek, tapi bisa berdampak buruk dalam jangka panjang. Citra Anda bisa rusak, dan brand pun bisa kehilangan kepercayaan sehingga tidak ingin lagi bekerja sama. 

3. Tren Jangka Pendek Tanpa Adanya Value 

Jika tren tersebut tidak membawa nilai edukasi, hiburan berkualitas, atau inspirasi, maka lebih baik dihindari. Konten yang hanya viral sesaat tapi tidak membekas di benak audiens tidak memberikan keuntungan berkelanjutan.

Strategi Bangun Konten yang Tahan Lama 

Tren memang menyenangkan, tapi konten yang evergreen jauh lebih berharga. Bangunlah konten yang bisa “hidup” lebih lama dari tren mingguan. Anda bisa memperhatikan 4 poin penting agar konten dapat tahan lama:

FOMO untuk mengikuti semua tren bukan satu-satunya jalan menuju FYP. Banyak KOL yang justru sukses karena mampu bersikap selektif dan strategis dalam memilih tren yang relevan dengan personal branding dan target audiens mereka. Keberhasilan jangka panjang lebih ditentukan oleh konsistensi, relevansi, dan keaslian konten yang ditawarkan.

Nah, bagi KOL yang belum memiliki rate card, Anda bisa membuatnya di KOL.ID. Anda dapat membuat rate card di berbagai media sosial seperti Instagram, TikTok, ataupun YouTube

Dengan membuat rate card di KOL.ID, Anda dapat mengetahui rate card yang cocok sesuai performa akun Anda sekaligus mengetahui insight akun Anda sendiri mulai dari engagement rate, demografi followers dan lainnya. Yuk, buat rate card di KOL.ID agar kerja sama dengan brand dapat lebih lancar!