Buat Rate Card Tiktok Buat Rate Card Instagram Buat Rate Card Youtube
Buat MoU Otomatis Cek ER KOL Tiktok Cek ER KOL Instagram Cek ER KOL YouTube Download Video Tiktok Download Video Instagram Download Video Youtube Kamus KOL
Ranking KOL Tiktok Ranking KOL Instagram Ranking KOL Youtube Cek Rate Card KOL Tiktok Cek Rate Card KOL Instagram Cek Rate Card KOL Youtube Campaign Report KOL Management Extensions KOL.ID
Login Register
HOME › Social Media › KOL.ID: Dari Viral TikTok ke Twitter, Memahami Fenomena Content Spillover di Era Media Sosial

KOL.ID: Dari Viral TikTok ke Twitter, Memahami Fenomena Content Spillover di Era Media Sosial

Hero image of a city skyline at night

Sekarang banyak sekali media sosial yang digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Dengan banyaknya platform media sosial, pernah nggak Anda lihat satu video yang viral di TikTok, eh besoknya sudah ramai di Instagram, diributkan di Twtter, atau bahkan masuk berita online? 

Fenomena ini makin sering terjadi karena sekarang media sosial jumlahnya bukan cuma satu atau dua platform. Saking banyaknya, ten yang lahir dari satu platform bisa menyebar ke platform lain secara alami, tanpa rencana dan tanpa iklan. 

Menurut data dari GWI, pengguna media sosial rata-rata aktif menggunakan sekitar 6,88 platform media sosial yang berbeda setiap bulannya, dan menghabiskan waktu sekitar 18 jam 41 menit per minggu di media sosial. 

Artinya, mereka sering berpindah-pindah aplikasi, dari TikTok ke YouTube, lanjut ke Instagram, lalu ke Twitter, dan begitu seterusnya. Jadi, kalau ada konten yang viral di satu tempat, besar kemungkinan itu akan “tumpah” ke tempat lain, baik lewat screenshot, reupload, atau sekadar jadi bahan obrolan.

Lalu, bagaimana sebenarnya fenomena ini terjadi, dan apa dampaknya? Yuk, bahas lebih dalam di bawah ini! 

Apa Itu Content Spillover? 

Content spillover adalah fenomena ketika sebuah konten berpindah dari satu platform media sosial ke platform lainnya secara organik, bukan karena niat awal dari creatornya. Misalnya, video viral di TikTok bisa tiba-tiba ramai di Twitter dalam bentuk screenshot, atau reupload. Misal lainnya seperti video viral di TikTok bisa ramai di Instagram atau bahkan dibahas dalam video YouTube oleh content creator lainnya. 

Istilah “content spillover” berasal dari konsep spillover dalam ilmu ekonomi. Di bidang ekonomi, spillover effect berarti dampak lanjutan dari suatu kejadian di perusahaan yang memengaruhi pihak lain, meskipun pihak tersebut tidak terlibat langsung. Misalnya, satu perusahaan membuat inovasi, lalu perusahaan lain ikut merasakan manfaatnya, itulah spillover.

Nah, dalam dunia komunikasi, istilah ini mulai dikenal sejak awal 2010-an, seiring dengan makin terhubungnya berbagai platform digital. Peneliti seperti Henry Jenkins (2006) lewat bukunya Convergence Culture sudah membahas soal bagaimana cerita atau konten bisa berpindah dari satu media ke media lain.

Jadi, dalam konteks media sosial sekarang, “content spillover” menjelaskan bagaimana sebuah konten menyebar secara tidak langsung antar-platform, misalnya dari TikTok ke Instagram, lalu ke Twitter, dan akhirnya memberi dampak yang jauh lebih besar dari yang mungkin tidak dibayangkan oleh pembuat kontennya.

Bagaimana Proses Ini Terjadi? 

Content spillover tidak terjadi begitu saja, ada rangkaian proses alami yang membuat sebuah konten menyebar dari satu platform ke platform lain. Berikut tahapan umumnya:

1. Viral di Platform Asal 

Content spillover dimulai ketika sebuah konten viral dan mendapatkan engagement serta perhatian besar di platform tempat konten tersebut pertama kali diunggah. Konten yang bersifat menghibur, menginspirasi, menyentuh, atau memicu perdebatan biasanya lebih mudah mendapatkan interaksi tinggi, seperti views, komentar, dan dibagikan ulang (share).

2. Penyebaran Ulang oleh Pengguna ke Platform Lain

Setelah konten viral, pengguna media sosial mulai menyebarkannya ke platform lain secara mandiri. Hal ini dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti membagikan tautan, mengambil screenshot, merekam ulang video (screen recording), atau mengunggah ulang konten di media sosial lain.

3. Menarik Perhatian Audiens di Platform lain 

Konten yang sudah tersebar akan dikonsumsi oleh audiens di luar platform asal. Dalam banyak kasus, penonton baru ini mungkin tidak memiliki akun di platform awal, tetapi tetap dapat mengakses konten tersebut melalui kanal lain seperti Twitter, Instagram, atau YouTube

4. Reinterpretasi Konten dalam Konteks Baru 

Saat konten berpindah platform, ia tidak hanya disebarkan ulang, tetapi juga sering kali dimaknai ulang sesuai dengan karakteristik komunitas atau budaya digital tempat ia beredar. Ini karena setiap media sosial punya persona dan karakter yang berbeda. Konten yang awalnya lucu atau ringan di TikTok, bisa saja berubah menjadi bahan diskusi serius di Twitter, atau dijadikan meme di Instagram.

5. Penyebaran Lebih Luas dan Potensi Viral Ulang

Konten yang mengalami reinterpretasi ini bisa menjadi viral kembali di platform yang berbeda, sering kali menjangkau segmen audiens yang baru. Dengan dukungan algoritma masing-masing platform, konten tersebut dapat masuk ke explore page, trending topic, atau For You Page, sehingga memperluas jangkauannya.

Contoh Content Spillover 

Salah satu contoh content spillover yang sedang viral di TikTok adalah tren pacu jalur di Riau, Indonesia. Tradisi lomba dayung khas ini awalnya viral di TikTok Indonesia sejak tahun 2023, terutama karena banyak yang membuat parodi atau versi lucunya.

@cecepjiaa King of Aura,anak kecil yang sedang viral di dunia? #pacujalur #aurafarming #tiktoktrend #fyp ♬ original sound - ??????

Namun yang menarik, tren ini tidak berhenti di situ. Di tahun 2025, tren pacu jalur semakin meluas bahkan sampai jadi tren internasional lewat istilah baru bernama “Aura Farming”. Banyak kreator dari luar negeri ikut-ikutan membuat konten sejenis, dengan menyebutnya sebagai ‘boat racing Indonesia’. 

Tren ini juga menyebar ke platform lain, termasuk X (dulu Twitter). Padahal, TikTok dan X punya karakteristik yang sangat berbeda. TikTok mengandalkan format video pendek, sedangkan X lebih dikenal sebagai platform berbasis teks dan opini. Meski begitu, pacu jalur tetap ramai dibahas di X, baik dalam bentuk reupload video, komentar lucu, sampai diskusi soal budaya lokal.

Contohnya bisa dilihat dari postingannya X akun ini: 

Fenomena ini menunjukkan bagaimana satu tren bisa “menyebar” ke berbagai platform dan bahkan menjangkau audiens global, meski awalnya berasal dari budaya lokal yang sangat spesifik. Inilah yang disebut dengan content spillover. 

Dampak Content Spillover bagi Brand 

Fenomena content spillover membawa dua sisi dampak bagi brand, positif dan negatif. Di satu sisi, spillover bisa menjadi peluang besar untuk memperluas jangkauan, namun di sisi lain juga menyimpan potensi risiko reputasi yang tak bisa diabaikan. 

Dampak Positif: 

1. Jangkauan Audiens yang Lebih Luas

Saat konten menyebar lintas platform, brand bisa menjangkau audiens baru di luar target awal. Konten dari TikTok, misalnya, bisa muncul di Twitter, Instagram, bahkan media online, membuka peluang dikenalnya brand oleh segmen yang sebelumnya belum tersentuh.

2. Efek Viral Tanpa Biaya Tambahan

Content spillover memberi efek viral sekunder tanpa biaya promosi. Ketika konten dibagikan ulang secara organik oleh audiens di berbagai platform, umur viralitas jadi lebih panjang dan exposure brand makin luas, semuanya dari satu kali produksi konten.

3. Meningkatkan Brand Awareness dan Engagement

Konten yang tersebar luas meningkatkan visibilitas brand dan mendorong interaksi, baik dalam bentuk likes, komentar, maupun percakapan publik. Dalam jangka panjang, ini memperkuat persepsi positif terhadap brand.

Dampak Negatif:  

1. Kehilangan Kontrol atas Narasi

Penyebaran konten di luar platform asal bisa membuat brand kehilangan kendali atas pesan. Audiens bebas memberi interpretasi sendiri, yang berpotensi mengubah atau menyalah artikan makna awal konten.

2. Risiko Salah Tafsir dan Sentimen Negatif

Setiap platform punya budaya berbeda. Konten yang dianggap lucu di satu tempat bisa dianggap ofensif di platform lain, memicu kritik dan backlash.

3. Krisis Reputasi yang Tidak Terduga

Spillover yang tak dikelola bisa berujung krisis. Konten viral yang disalahartikan bisa menjadi bumerang, dan brand harus cepat merespons sebelum reputasi rusak lebih luas.

Fenomena content spillover membuktikan bahwa satu konten bisa punya dampak yang jauh lebih besar dari yang dibayangkan. Ketika tren menyebar lintas platform dan menjangkau audiens baru, bahkan internasional. 

Brand punya peluang emas untuk dikenal lebih luas, ramai di berbagai media sosial, dan membangun citra. Tapi di sisi lain, content spillover juga menuntut brand untuk lebih siap dalam mengelola narasi dan potensi risiko reputasi yang bisa muncul.

Ingin tahu influencer mana yang bisa bantu konten brand Anda spillover ke berbagai platform? Yuk, cek rate card dan insight mereka hanya di KOL.ID dan temukan influencer terbaik yang tahu cara menjangkau audiens di berbagai platform!